ingin kaya klik disini

Sabtu, 27 November 2010

LAPORAN PRAKERIN SMK FARMASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Farmasi, siswa dibekali dengan materi pendidikan umum (normatif), pengetahuan dasar penunjang (adaptif), serta teori dan keterampilan dasar kejuruan (produktif). Selain itu, SKM Farmasi juga mengadakan program Praktek Kerja Industri (Prakerin) di Instalasi yang beregrak di bidang kefarmasian yang sesuai dengan kompetensi yang telah diberikan di sekolah. Sarana yang beregrak di bidang kefarmasian, diantaranya rumah sakit dan apotek. Pada dasarnya, kegiatan ini merupakan kegiatan pelatihan di lapangan yang dirancang untuk memberikan pengalaman, pengetahuan dan keahlian praktis kepada siswa khususnya mengenai obat-obatan bagi SMK Farmasi.
Harapan utama dari kegiatan prakerin yaitu dapat meningkatkan keahlian profesi, meningkatkan kualitas sesuai tuntutan kebutuhan usaha/industri, meliputi: etos kerja, kemampuan, motivasi, disiplin, inisiatif dan kreatif.

1.2 Maksud dan Tujuan
Dengan melakukan kerja praktek diharapkan siswa dapat menerapkan dan memahami hal-hal teknis di bidang kefaramsian, ketenagaan, dan informasi kesehatan di suatu instansi.
Adapun maksud dan tujuan dari Prakerin diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk :
1. Memahami pengelolaan perbekalan farmasi di apotek
2. Menambah wawasan dan pengetahuan
3. Mendapat pengalaman kerja secara nyata sebelum memasuki dunia kerja

1.3 Lokasi dan Waktu Prakerin
Praktek Kerja Industri dilaksanakan di Apotek Tunas yang beralamat di Jalan Sutisna Senjaya No. 191 Tasikmalaya Jawa Barat Telp. (0265) 321451.
Waktu pelaksanaan Prakerin di Apotek Tunas selama 3 (tiga) bulan dimulai tanggal 18 Agustus sampai dengan tanggal 18 November 2009, dengan pembagian shift sebagai berikut:
Pagi : 07.00 – 10.00
Sore : 16.00 – 20.00


BAB II
URAIAN UMUM

2.1 Definisi Apotek
Dalam rangka menunjang pembangunan nasional pada bidang kesehatan perlu dikembangkan iklim baik mengenai pengelolaan apotek sehingga pemerintah dapat menguasai, mengatur, dan mengawasi pensediaan, pembuatan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat dan perbekalan farmasi lainnya, sehingga perlu diadakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1965. Sebagai gantinya mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang merupakan perubahan atas perndang-undangan No. 26 Tahun 1965 tentang apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan dinamika kefarmasian, maka definisi apotek diperbaharui kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) No. 922/MENKES/PER/X/1993, tentang definisi apotek diperbaharui dan tata cara pemberian izin apotek. Penyelenggaraan pelayanan apotek yang tercantum pada Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan IPTEK, dan kebutuhan masyarakat serta jiwa semangat otonomi daerah, sehingga dikeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Menurut Kepmenkes RI Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002, definisi apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 pasal 2, apotek sebagai sarana pelayanan kesehtaan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.3 Peraturan Perundang-undangan Tentang Apotek
Beberapa Peraturan Perundang-undangan yang berhubungan dengan penyelenggaraan apotek adalah:
a. Peraturan Pemerintah RI No. 26 tentang apotek.
b. Undang-undang No. 9 Tahun 1976 tentang narkotika.
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/1978 tentang penyiapan narkotika.
d. Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang apotek.
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26/Menkes/Per/1981 tentang pengelolaan dan perizinan apotek.
f. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 278/Menkes/SK/V/1981 tentang persyaratan apotek.
g. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 279/Menkes/SK/V/1981 tentang ketentuan dan tata cara perizinan apotek.
h. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 280/Menkes/SK/V/1981 tentang ketentuan dan tata cara pengelolaan apotek.
i. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 213/Menkes/Per/V/1985 tentang Obat Keras Tertentu (OKT).
j. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek (OWA).
k. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obta dan Makanan No. 2401/A/SK/X/1990 tentang tata cara penyesuaian dan perubahan izin apotek.
l. Undang-undang Ri No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai pengganti undang-undang No. 7 Tahun 1863 dan No. 9 Tahun 1960.
m. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek.
n. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek.

2.4 Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek secara khusus meliputi:
a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, perubahan bentuk, pencampuran penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

Pelayanan inforamsi yang dimaksud meliputi:
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
b. Pelayanan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.

Pengelolaan apotek secara umum meliputi:
a. Bidang pelayanan kefarmasian.
b. Bidang material.
c. Bidang administrasi dan keuangan.
d. Bidang ketenagaan.
e. Bidang lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek.

2.5 Persyaratan Apotek
Berdasarkan Permenkes RI No. 26/MENKES/PER/X/1981 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 278/MENKES/SK/V/1981, dinyatakan bahwa persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk mendirikan suatu apotek adalah adanya lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, perbekalan farmasi dan tenaga kesehatan, dan pelayanan apotek. Artinya untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan minimal, harus telah siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi, serta tenaga kesehatan.

2.5.1 Lokasi
Menurut Menteri Kesehatan RI No. 278 Tahun 1981 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lokasi apotek adalah tempat bangunan apotek didirikan, lokasi apotek yang baru atau berpindah, jumlah dan jarak minimal antar apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Penentuan lokasi yang harus menjadi pertimbangan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan adalah jumlah penduduk, jumlah dokter yang praktek, sarana pelayanan kesehatan lainnya, hygiene lingkungan dan faktor-faktor yang terkait setelah adanya otonomi daerah maka faktor jarak sudah tidak dipermasalahkan lagi.

2.5.2 Bangunan
Bangunan apotek adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk mengelola apotek. Berdasarkan Keputusan Menkes No. 278 Tahun 1981, bangunan apotek harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Bangunan apotek mempunyai ukuran sekurang-kurangnya 50 m2 terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan resep, ruang administrasi, ruang penyimpanan obat, tempat pencucian alat dan toilet (WC).
b. Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a) Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam rata, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
b) Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan permukaan sebelah dalam berwarna terang.
c) Atap tidak boleh bocor, terbuat dari genteng, sirap atau bahan lain yang memadai.
d) Lantai tidak boleh lembab, terbuat dari ubin atau bahan lain yang memadai.
c. Apotek memiliki sumber aiar yang memenuhi persyaratan kesehatan.
d. Bangunan apotek harus memiliki ventilasi dan sanitasi yang baik, serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.
e. Harus memiliki penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek dengan baik.
f. Harus ada alat pemadam kebakaran sekurang-kurangnya dua buah dan masih berfungsi dengan baik.
g. Apotek harus memasang papan nama yang terbuat dari seng atau bahan lainnya yang memadai dengan ukuran minimal panjang 60 cm, tebal 5 cm, dan lebar 55 cm, papan nama harus memuat nama apotek, nama APA, nomor surat izin apotek (SIA), nomor telepon apotek.

2.5.3 Perlengkapan Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 278 Tahun 1981, yang dimaksud perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang digunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek.
Pada Bab IV Pasal 7 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 278 Tahun 1981, suatu apotek harus memiliki perlengkapan sebagai berikut:
a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan
b. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan kesehatan di bidang farmasi
c. Tempat penyimpanan khusus untuk narkotika
d. Tempat penyimpanan khusus untuk racun
e. Alat dan perlengkapan laboratorium
f. Kumpulan perundang-undangan yang berkaitan dengan apotek
g. Farmakope Indonesia dan Ekstra Farmakope Indonesia edisi terbaru serta buku lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

2.5.4 Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi
Menurut Kepmenkes No. 1332 Tahun 2002 yang dimaksud dengan perbekalan farmasi adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Apotek berkewajiban untuk menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang karena suatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri (Depkes RI, 2002). Perbekalan farmasi yang disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika. Apotek harus menyediakan perbekalan kesehatan dibidang farmasi yang berobat dan bahan obat yang didasarkan pada daftar obat esensial untuk puskesmas dan rumah sakit.
Dalam Permenkes No. 26 Tahun 1981 dinyatakan bahwa apotek berkewajiban untuk menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang bermutu baik. Ini berarti bahwa perbekalan farmasi yang tersedia di apotek harus berasal dari pabrik farmasi, pedagang besar farmasi, apotek atau sarana distribusi resmi lainnya.
Penyimpanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika di apotek harus dalam golongan lemari khusus yang terpisah dari penyimpanan obat-obat golongan ini. Pengelolaan obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika termasuk pengadaan penyimpanan, penyaluran, dan pemusnahannya memiliki peraturan perundan-undangan sendiri.

2.5.5 Pelayanan Apotek
Pelayanan yang harus diberikan oleh apotek adalah sebagai berikut:
a. Apotek wajib dibuka untuk melayani masyarakat dari pukul 08.00-22.00
b. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek.
c. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. Dalam hal pasien tidak mampu menembus obat tertulis didalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
d. Apoteker wajib memberikan informasi:
a) Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien
b) Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
e. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep ada kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila dokter penulis resep tetap pada pendiriannya dokter wajib membutuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep atau dinyatakan tertulis.
f. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker
g. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, pencerita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang belaku.
Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002 adalah sebagai berikut:
a. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Tugas dan Kewajiban Apoteker
a) Bertanggung jawabatas proses pembuatan obat, meskipun obat dibuat oleh asisten apoteker.
b) Kehadirannya ditempat petugas diatur oleh undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
c) Wajib berada ditempat selama jam apotek buka
d) Wajib menerangkan kekonsumen tentang kandungan obat yang ditebus. Penjelasan ini tidak dapat diwakilkan kepada asisten atau petugas apotek.
e) Membahas dan mendiskusikan resep obat langsung kepada dokter bukan asisten atau petugas apotek.
f) Wajib menjaga keserasian apotek
b. Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek disuatu tempat tertentu.
c. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek dari Dinas Kesehatan Kota/kabupaten dimana apotek tersebut didirikan.
Tugas, Kewajiban dan Wewenang:
a) Memimpin semua kegiatan apotek, antara lain mengelola kegiatan kefarmasian serta membina karyawan menjadi bawahan apotek.
b) Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil usaha apotek.
c) Mengatur dan mengawasi penyimpanan serta kelengkapan terutama di ruang peracikan.
d) Membina serta memberi petunjuk teknis farmasi kepada bawahannya terutama dalam memberikan informasi kepada pasien.
d. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
e. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apoteker selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek lain.
f. AsistenApoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker.

2.6 Perizinan Apotek
Izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan, yang kewenangannya dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kepala Dinas Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan.

2.7 Perubahan Surat Izin Apotek
Menurut Surat Keputusan Dirjen POM No. 02401/SK/X1990, perubahan Surat Izin Apotek (SIA) diperlukan apabila:
a. Terjadi pengantian nama apotek
b. Terjadi perubahan nama jalan dan nomor bangunan pada alamat apotek tanpa perpindahan lokasi apotek.
c. Surat Izin Apotek (SIA) rusak atau hilang
d. Terjadi penggantian Apoteker Pengelola Apotek (APA)
e. Terjadi penggantian Pemilik Sarana Apotek (PSA)
f. Surat Izin Kerja (SIK) APA dicabut dalam hal APA bukan sebagai PSA
g. Terjadi perpindahan lokasi apotek
h. Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia

2.8 Pencabutan Izin Apotek
Pencabutan izin apotek dapat dilakukan apabila sesuai dengan hal-hal dibawah ini, yaitu:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang telah di tetapkan seperti ijazah yang terdaftar pada Departemen Kesehatan, melanggar sumpah atau janji sebagai apoteker, tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental dalam menjalankan tugasnya, bekerja sebagai penanggung jawab pada apotek atau indrustri farmasi lainnya.
b. Apoteker tidak menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin keabsahannya atau
c. Apoteker tidak menjalankan tugasnya dengan baik seperti dalam hal melayani resep, memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman atau rasional atau
d. Bila apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun berturut-turut atau
e. Bila apoteker melanggar perundang-undangan narkotika, obat keras atau ketentuan lainnya atau
f. SIK APA dicabut atau
g. PSA berbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat atau
h. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan
Berdasarkan Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 pengganti Permenkes No. 992/Menkes/Per/X/1993, pelaksanaan pencabutan izin dilakukan dengan cara:
a. Pemberian peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dan tenggang waktu masing-masing dua bulan.
b. Pembekuan Izin apotek dilakukan untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya surat penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kepada apabila apotek telah memenuhi segala persyaratan sesuai dengan peraturan dan ketentuanyang berlaku. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima hasil laporan pemeriksaan dari Kepala Balai POM setempat, atau Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Keputusan untuk pencabutan SIA oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, serta Kepala Balai POM setempat.
Apabila Surat Izin Apotek (SIA) dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan obat-obat narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya, serta seluruh resep yang ada di apotek.
b. Obat-obat narkotika, psikotropika dan resep-resep harus dimasukan dalam satu tempat yang tertutup serta terkunci.
c. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan yang disertai laporan inventarisasi.

2.9 Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis seorang dokter, dokter gigi atau doketr hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat-obatan bagi penderita. Resep disebut juga formulae medicate, terdiri dari formulae officinalis (yaitu resep yang tercantum dalam buku farmakope atau buku lainnya dan merupakan standar) dan formulae magistralis (yaitu resep yang tertulis oleh dokter).
Resep selalu dimulai dengan tanda “R” yang artinya recipe (ambilah). Dibelakang tanda ini (R/) biasanya baru tertera nama jumlah obat. Umumnya resep ditulis dalam bahasa latin. Suatu resep yang langka harus memuat:
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan
b. Tanggal penulisan, nama setiap obat atau komposisi obat
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
d. Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
e. Nama pasien, jenis hewan, umur, serta alamat/pemilik hewan
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Pembagian suatu resep yang lengkap:
a. Tanggal dan tempat ditulisnya resep (incriptio)
b. Aturan pakai dari obat yang tertulis (signatura)
c. Paraf / tanda dokter yang menulis resep (subcriptio)
d. Tanda buka penulisan resep dengan R/ (invecatio)
e. Nama obat, jumlah dan cara membuatnya (praescriptio atau ordinatio)
Yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi (terbatas pada pengobatan gigi dan mulut) dan dokter hewan (terbatas pada pengobatan gigi dan mulut) dan dokter hewan (terbatas pada pengobatan hewan). Dokter gigi diberi izin resep dari segala macam obat untuk pemakaian melalui mulut, injeksi (parental) atau cara pemakaian lainnya, khusus untuk mengobati penyakit gigi dan mulut. Sedangkan pembiusan/patirasa secara umum tetap dilarang bagi dokter gigi Depkes No. 19/Ph/62 Mei 1962.

2.10 Salinan Resep
Salinan resep adalah salinan yang dimuat oleh apotek, selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli juga memuat:
a. Nama dan alamat apotek
b. Nama dan nomor izin apotek pengelola apotek
c. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek
d. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan ditanda nedet (nedetur) untuk obat yang belum diserahkan, pada resep tanda …X diberi tanda detur / detur …X
e. Nomor resep dan tanggal pembuatan
Istilah lain dari copy resep adalah apograph, exemplum, afschrtif. Apabila Apoteker Pengelola Apoteker berhalangan melakukan tugasnya, penandatanganan atau pencantuman paraf pada salinan resep yang dimaksud atas dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan.

Salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis atau yang merawat penderita-penderita sendiri dan petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (contohnya petugas pengadilan bila diperlukan untuk suatu perkara).
Dalam hal ini resep terdapat beberapa pengaturannya, sebagai berikut:
a. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker
b. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dalam jangka waktu 3 tahun
c. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau merawat penderita, penderita bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut undang-undang yang berlaku.

2.11 Penggolongan Obat
Mengingat peredaran obat saat ini jumlahnya lebih dari 5000 jenis obat, maka perlu mengenal penggolongan obat yang beredar. Hal ini sangat diperlukan karena seperti yang dikatakan dalam pengertian penggolongan obat yang menyatakan bahwa penggolongan obat yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi.
Pengertian tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000. Penggolongan obat ini terdiri dari: obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.
a. Obat Bebas
Dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Depkes pengertian obat bebas jarang didefinisikan, namun pernah ada salah satu Peraturan Daerah Tingkat II Tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun 1994 Tentang izin Pedagang Eceran Obat (PEO) memuat pengertian obat bekas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk kedalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI.
Contoh:
a) Minyak Kayu Putih
b) Obat Batuk Hitam
c) Obat Batuk Putih
d) Tablet Paracetamol
e) Tablet Vit C, B Kompleks, E dan lain-lain
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K Menkes RI Nomor 2380/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam.

b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W” menurut bahasa Belanda “W” singkatan dari “Waarschung” artinya peringatan. Jadi maksudnya obat yang bebas penjualannya disertai dengan tanda peringatan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan kedalam daftar obat “W” memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah Obat Keras yang dapat diserahkan kepada pemakaianya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi Persyaratan sebagai berikut:
a) Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau pembuatnya.
b) Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan yang tercetak sesuai contoh. Tanda peringatan tersebut berwarna putih sebagai berikut:
P No. 1 : Awas! Obat Keras
Bacalah aturan memakainya
P No. 2 : Awas! Obat Keras
Hanya untuk kumur jangan ditelan
P No. 3 : Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar dari badan
P No. 4 : Awas! Obat Keras
Hanya untuk dibakar
P No. 5 : Awas! Obat Keras
Tidak boleh ditelan
P No. 6 : Awas! Obat Keras
Obat wasir, jangan ditelan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran warna biru dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda khusus harus diletakan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenal.

c. Obat Keras
Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari “Gevaarlijk” artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukan obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut:
a) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkanbahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter
b) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk dipergunakan secara parental, baik degan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.
c) Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia.
d) Semuaobat yang tercantum dalam daftar obat keras: obat itu sendiri dalam substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar Obat Bebas Terbatas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah lingkaran bulatan warna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.

d. Obat Wajib Apotek
Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 yang telah diperbaharui dengan Keputusan Menteri No. 924/Menkes/Per/x/1993, dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Pertimbangan yang utama untuk obat wajib apotek sama dengan pertimbangan obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri.
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter.
Pada penyerahan obat wajib apotek ini terhadap apoteker terdapat kewajiban sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan dan batas setiap jenis obat ke pasien yang disebutkan dalam obat wajib apotek yang bersangkutan
2. Membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan
3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek samping, dan lain-lin yang perlu diperhatikan.
e. Obat Golongan Narkotika
Pengertian narkotika menurut UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan I, II, dan III.
Contoh:
1. Tanaman Papaver Somniferum
2. Tanaman Koka
3. Tanaman Ganja
4. Heroina (dalam keseharian yang dikenal sebagai “putaw” sering disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab)
5. Morfina
6. Opium
7. Kadeina
Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang Medali Merah”

f. Obat Psikotropika
Pengertian psikotropika menurut UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika adalah zat atau obat baik, alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas mental dan perilaku.
Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam Undang-Undang ini adalah psikotropika yang mempunyai potensi sindroma ketergantungan, yang menurut Undang-Undang tersebut dibagi kedalam 4 (empat) golongan yaitu: golongan I, II, III, IV.
Untuk psikotropika penandaan yang digunakan sama dengan penandaan untuk obat keras, hal ini karena sebelum diundangkannya UU RI No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika, maka obat-obat psikotropika termasuk obat keras yang pengaturannya ada dibawah ordonansi obat keras STBL 1949 Nomor 419, hanya saja karena efeknya dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan sehingga dulu disebut obat keras tertentu.
Sehingga untuk psikotropika penandaannya: lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam.

2.12 Berdasarkan Narkotika dan Psikotropika
BerdasarkanUndang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1976 tentang narkotika pasal 5 ayat 1, menyatakan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada apotek untuk membeli, menyediakan, memiliki dan menyimpan untuk persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan dan membawa atau mengangkut dan menggunakan narkotika untuk kepentingan pengobatan. Apotek dilarang untuk mengulangi menyerahkan obat-obat narkotika atas dasar resep yang sama dari seorang Dokter atau dasar salinan resep.
Dalam UU No. 2 Tahun 1997 tentang narkotika dan UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika, dinyatakan bahwa penyerahan obat-obat narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan obat-obat psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter.


Penyimpanan obat-obat narkotika menurut Permenkes No. 28 Tahun 1978 dilakukan pada:
a. Tempat khusus untuk menyimpan obat-obat narkotika berupa lemari yang dapat dikunci dengan baik.
b. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan
a) Dibuat seluruhnya atau bahan lain yang kuat
b) Harus mempunyai kunci yang kuat
c) Tempat tersebut dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya. Bagian kedua untuk menyimpan persediaan obat-obat narkotika lainnya yang akan dipakai sehari-hari.
d) Jika tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dilakatkan pada tembok atau lantai.
e) Lemari khusus tersebut jika boleh digunakan untuk menyimpan barang-barang lain selain obat-obat narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f) Anak kunci dari lemari harus dikuasai oleh penanggung jawab apotek atau pegawai lain yang dikuasakan.
g) Lemari khusus tersebut disimpan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
c. Untuk obat-obat narkotika yang rusak atau sudah tidak memenuhi syarat lagi, maka pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek, dapat memusnahkannya, dengan disaksikan oleh:
a) Petugas Badan POM untuk importer, pabrik farmasi dan unit pedagang pusat.
b) Petugas Dinas Kesehatan, untuk pedagang besar farmasi penyalur narkotika dan unit pergudangan propinsi.
c) Petugas Dinas Kesehatan DT II, untuk apotek, rumah sakit, puskesmas dan dokter.
d. Pemusnahan obat-obat narkotika harus disertai dengan pembuatan berita acara pemusnahannya paling sedikit rangkap tiga yang memuat:
a) Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b) Nama pedagang izin khusus, atau APA
c) Nama seorang saksi dari pemerintah, dan seorang saksi lain dari perusahaan atau badan tersebut.
d) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
e) Cara pemusnahan
f) Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus atau saksi. POM dan Dinasa Kesehatan setempat.
Apotek berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan mengenai pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan ke Balai POM.


BAB III
URAIAN KHUSUS

3.1 Sejarah
Apotek Tunas merupakan usaha swasta milik perseorangan dengan modal yang berasal dari Pemilik Sarana Apotek dr. H. Asep Hidayat Surdjo, Sp. A,M. Kes. Apotek Tunas berdiri pada tanggal 11 Mei 2007 dengan Surat Izin Apotek No. 442/SIA-89/1462/VIII-VIII-19/DKK/07 yang bertempat di jalan Sutisna Senjaya No. 191 Tasikmalaya Jawa Barat.
Pemilik Apotek bekerja sama dengan APA dalam mengelola Apotek Tunas. Apotek Tunas dikelola oleh seorang apoteker yang bernama Sridana, S.Farm, Apt.

3.2 Pengelolaan Apotek
Apotek Tunas dikelola dengan baik dimulai dari struktur sampai kinerja apotek dalam melayani masyarakat. Meski Apotek Tunas terbilang apotek kecil tetapi kualitasnya tak kalah dengan apotek lainnya hal ini dikarenakan pengelolaan apotek yang teratur. Pengelolaan apotek meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian kinerja apotek.

3.3 Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan di Apotek Tunas telah diatur sesuai tugas dan fungsinya. Apotek Tunas mempunyai beberapa orang karyawan yang terdiri dari APA, asisten apoteker, administrasi dan pembantu umum. APA mempunyai hubungan koordinasi dengan Pemiliki Sarana Apotek (PSA), yaitu dalam hal pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan perubahan model apotek (pengangkatan karyawan, perluasan usaha).
Apotek Tunas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memberitahukan pelayanan kepada masyarakat dan penanganan administrasi secara teratur memerlukan personil-personil yang dapat menguasai bidangnya masing-masing. Apotek Tunas memiliki 7 orang karyawan yang terdiri dari:
a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang
b. Asisten Apoteker : 4 orang

c. Administrasi administrasi : 1 orang
d. Pembantu umum : 1 orang
Karyawan yang bekerja setiap harinya dibagi dalam 2 shift yaitu pagi dan sore. Pembagian waktu kerja ini setiap hari dari hari Senin sampai Sabtu tetap yaitu:
a. Shift pagi orang terdiri dari 2 orang Asisten Apoteker, 1 orang Administrasi yang memiliki jam kerja dari jam 07.30 – 10.00
b. Shift sore terdiri dari 2 orang Asisten Apoteker, 1 orang Adminstrasi yang memiliki jam kerja dari jam 16.00 – 20.00

3.4 Pengelolaan Obat
Pengelolaan obat di Apotek Tunas prinsipnya sama dengan apotek lainnya. Apotek Tunas hanya menyediakan beberapa macam alkes seperti termometer, masker, alat nebulizer.
a. Perencanaan
Untuk menghindari kekosongan obat atau maupun alkes, maka harus dibuat perencanaan yang baik. Di Apotek Tunas setiap harinya dilakukan pengecekan terhadap obat-obatan terutama obat-obat yang fast moving. Pengecekan terbilang mudah dikarenakan obat-obatnya sedikit. Apabila ada obat yang habis atau menjelang habis maka ditulis pada buku defekta, kemudian dari buku defekta nama-nama obat yang akan dipesan diklarifikasikan sesuai dengan PBF-nya masing-masing untuk kemudian ditulis pada surat pesanan (SP). Surat pesanan diserahkan kepada distributor yang datang atau dapat melalui telepon. Khusus untuk pemesanan melalui telepon surat pesanan diberikan menyusul pada saat barang dikirim ke apotek. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau kredit.
b. Penerimaan Barang
Obat-obat yang telah datang dari distributor disertai dengan faktur rangkap empat, yaitu satu fraktur asli dan satu salinan untuk PBF dan dua salinanannya diberikan pihak apotek untuk keperluan adminstrasi.
Setelah pengecekan barang baik jumlah, waktu kadaluarsa, dan kondisi fisik, maka fraktur ditanda tangani oleh petugas yang menerima dan distempel untuk menyatakan kesesuaian barang yang diterima.

c. Penyimpanan Barang
Obat-obat yang telah diterima kemudian disimpan. Penyimpanan dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan baik fisik maupun khasiatnya.
Penyimpanan di Apotek Tunas dikelompokan sesuai dengan bentuk sediaan disimpan pada sebuah lemari yang berukuran sedang. Misalnya obat yang sediaan sirup dipisah dengan tablet. Sementara itu obat yang memerlukan penanganan khusus seperti suppositoria, vaksin dan obat lainnya disimpan dalam lemari pendingin sesuai dengan suhunya.
Di ApotekTunas tidak ada penyimpanan khusus untuk obat golongan psikotropika dan narkotika. Hal ini dikarenakan obatnya hanya sedikit untuk narkotika hanya ada satu jenis yakni codein, dan psikotropika ada empat jenis yakni piptal drop, luminal, stesolid 5 mg dan 10 mg, yang penyimpanannya disatukan dengan obat lainnya.
d. Pemakaian Barang
Obat-obat yang digunakan di Apotek Tunas hanya obat-obat khusus untuk anak, jadi dalam pemakaian tidak ada sistem khusus. Pemberian obat disertai dengan informasi bagaimana aturan pakainya, cara penggunaan dan efek yang terjadi sehingga pasien bisa mengetahui.


BAB IV
PEMBAHASAN

Pengadaan obat dan alat kesehatan yang berada di Apotek Tunas untuk saat ini berdasarkan kebutuhan dokter yang bersangkutan.
Proses pengadaan barang dilakukan dengan pemesanan terlebih dahulu, dengan cara pengecekan pada barang yang telah atau hampir habis. Pengecekan dilakukan setiap hari oleh asisten apoteker. Barang yang telah atau ha,pir habis dicatat pada buku defecta dan dipindahkan ke Surat Pesanan (SP) yang kemudian dipesankan ke PBF. Biasanya pemesanan barang dilakukan melalui telepon ataupun langsung kepada sales yang datang ke apotek. Untuk pemesanan obat golongan narkotika dan obat golongan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan khusus narkotika dan spikotropika.
Penerimaan barang terlebih dahulu dilakukan pengecekan, apakah sesuai dengan yang dipesankan atau tidak. Dicek pula kondisi fisik dan expired date. Setelah itu, fraktur ditandatangani oleh orang yang menerima barang disertai nama jelas, cap/stempel apotek. Dalam pembayaran faktur, ada yang dibayar secara tunai dan ada juga yang dibayar batas waktu yang telah ditentukan.
Penyimpanan di Apotek Tunas tidak berdasarkan alfabetis dan farmakologinya. Tetapi disimpan menurut sediaan farmasi dengan rapi dan baik. Disamping itu dalam penyimpanan juga digunakan pola FIFO (first in first out) yaitu barang yang datang lebih awam maka dikeluarkan lebih dulu, dan tiak ada pemisahan antara obat narkotika dan obat psikotropika dengan obat yang lainnya, dikarenakan jumlah obat narkotika dan psikotropika hanya sedikit.
Pelayanan resep di Apotek Tunas prinsipnya sama dengan apotek lainnya. Kelebihan Apotek Tunas dalam penyerahan resep adalah dengan menggunakan medis elektronik (komputer). Setelah pasien diperiksa oleh dokter, dokter langsung menulis resep pada komputer yang berada di ruangnnya dan dikirimkan ke komputer yang berada di ruang peracikan. Setelah resep diterima di komputer yang berada di ruang peracikan, asisten apoteker (AA) memberi harga, kemudian mengerjakan resep, meracik obat dan memberi etiket. Setelah selesai, dilakukan pengeekan terlebih dahulu, apakah obat sesuai dengan resep atau tidak. Kemudian resep yang telah dikerjakan diserahkan ke bagian administrasi untuk diserahkan ke pasien. Dalam penyerahan obat harus ramah dan menerangkan informasi tentang penggunaan, khasiat dan aturan pakai. Jika ada pasien yang memerlukan copy resep, asisten apoteker memberikan copy resep tertulis. Dan jika ada resep yang dibeli setengahnya ataupun obat yang dibutuhkan tidak tersedia atau habis, maka asisten menuliskan copy resep. Resep yang telah dikerjakan kemudian disalin pada buku yang memuat resep.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dilihat dari kegiatan prakerin dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengelolaan perbekalan farmasi di lapangan kerja yang bergerak dibidang kefarmasian seperti apotek, meliputi: perencanaan atau pengadaan, pemesananm penerimaan dan penyimpanan barang.
2. Prakerin di Apotek Tunas menambah wawasan dan pengetahuan dibidang kefarmasian bagi siswa-siswi.
3. Prakerin ini memberikan pengalaman bagi para siswa siswi dalam menerapkan pelajaran yang didapat dari sekolah ke tempat lapangan kerja.

5.2 Saran
a. Saran untuk pihak apotek:
1. Penyimpanan barang di Apotek Tunas sebaiknya ditata lebih rapi kembali agar mempermudah dalam pengambilan.
2. Para siswa siswi lebih diterapkan sistem pembelajaran dalam ruang lingkup lapangan kerja.

b. Saran untuk pihak sekolah:
Pembelajaran dalam teori dan praktek dalam bidang farmasi lebih ditingkatkan kembali, agar siswa siswi paham mengenai pengelolaan apotek.


DAFTAR PUSTAKA

1. Anief, Moch. 1996. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Gajdah Mada Univercity Press. Yogyakarta.
2. Buku Undang-undang Kesehatan Cetakan Kedua. 1997. Jakarta.
3. Buku Ilmu Resep Cetakan Kedua. Jakarta. 1997.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2002 Tentang Definisi Apotek.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 1981 Tentang Persyaratan Apotek.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 1978 Tentang Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika.